Waktu Sholat Untuk Kota-Kota Di Indonesia

Rabu, 28 Desember 2011

HAL MAKRUH DALAM SHALAT

HAL MAKRUH DALAM SHALAT

Hal makruh dalam melaksanakan shalat :

أَحَدُهاَ جَعْلُ يَدَيْهِ فىِ كَمَّيْهِ فىِ خَمْسَةِ أَشْياَءَ عِنْدَ تَحَرُمِهِ وَرُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ وَقِياَمِهِ مِنْ تَشَهُدِهِ وَجُلُوْسِهِ لَهُ
1 ; Kedua tangan masuk semua ke dalam lengan tangan di lima posisi, yaitu saat Takbiratul Ikhram, Ruku’, Sujud, Berdiri dari Tasyshud dan saat Duduk Tasyahud.
وَثاَنِيْهاَ إِلْتِفتَاتٌ بِوَجْهِهِ بِلاَ حاَجَةٍ أَماَّ إِذاَ كاَنَ لَهاَ كَحِفْظِ مَتاَعٍ فَلاَيُكْرَهُ
2 ; Memalingkan muka tanpa hajat, adapun ketika ada hajat seperti menjaga harta maka itu tidak makruh.
وَثاَلِثُهاَ إِشاَرَةٌ بِنَحْوِ عَيْنٍ أَوْحاَجِبٍ أَوْشَفَةٍ بِلاَحاَجَةٍ , وَلَوْ مِنْ أَخْرَسَ وَلاَ تَبْطُلُ بِهاَ الصَّلاَةُ ماَ لَمْ تَكُنْ عَلَى وَجْهِ اللَّعْبِ وَإِلاَّ أَبْطَلَتْ , أَمَّا إِذاَ كاَنَتْ لِلْحاَجَةِ كَرَدِّ السَّلاَمِ وَنَحْوِهِ فَلاَيُكْرَهُ
3 ; Memberi isyarat, seperti dengan mata, alis mata atau bibir dan tanpa hajat. Ini meskipun dari seorang bisu. Ini tidak membatalkan shalat sebatas tidak ada unsur bercanda, bila ada unsur bercanda maka shalat batal. Adapun isyarat itu diperlukan seperti karena menjawab salam maka membri isyarat itu tidak makruh.
وَراَبُِهاَ جَهْرُ بِمَحَلِ إِسْراَرٍ وَعَكْسِهِ حَيْثُ لاَ عُذْرَ فَإِنْ حَصَلَ عُذْرٌ كَأَنْ كَثُرَ اللَّغْطُ عِنْدَهُ فاَحْتاَجَ لِلْجَهْرِ لِيَأْتِىَ بِالقِرَاءَةِ عَلَى وَجْهِهاَ فَلاَكَراَهَةَ
4 ; Mengeraskan suara di saat harus bersuara pelan, juga sebaliknya, ini apabila tidak ada udzur (kendala). Tapi apabila ada uzdur, seperti gaduh atau berisik, maka ia perlu untuk mengeraskan suara karena memenuhi hak bacaan sesuai keharusan, ini tidak makruh.
وَخاَمِسُهاَ إِخْتِصاَرٌ بِأَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ أَوْ يَدَيْهِ عَلَى خاَصِرَتِهِ ماَ لَمْ يَكُنْ لِحاَجَةٍ كَعِلَّةٍ بِجَنْبِهِ وَإِلاَّ فَلاَ كَراَهَةَ , لِخَبَرِ أَبىِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ T نَهَى أَنْ يُصَلِّى الرَّجُلُ مُخْتَصِراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ , وَالمَرْأَةُكاَلرَّجُلِ وَمِثْلُهاَ الخُنْثَى وَيُكْرَهُ ذَلِكَ الإِخْتِصاَرُ خاَرِجَ الصَّلاَةِ أَيْضاً , ِلأَنَّهُ فَعْلُ الكُفاَرِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلاَةِ وَفَعْلُ المُتَكَبِّرِيْنَ خاَرِجَهاَ وَفَعْلُ المُخْنِثِيْنَ وَالنِّساَءِ لِلْعُجْبِ وَأَنَّ الإِبْلِيْسَ لَماَّ أُهْبِطَ مِنَ الجَنَّةِ فَعَلَ كَذَلِكَ وتَفْسِيْرُ الإِخْتِصاَرِ بِذَلِكَ هُوَ المَشْهُوْرُ وَقَدْ يُفَسِّرُ بِاخْتِصاَرٍ السَّجَدَةُ ِلأَنَّهُ مَنْهِىٌ عَنْهُ أَيْضاً
5 ;  Kelima, Ikhtishor (mengerutkan diri) yaitu menjadikan salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggangnya, selagi hal itu tidak diperlukan, seperti ada rasa sakit di lambungnya, namun apabila sangat diperlukan maka hal itu tidak makruh.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah Saw melarang shalat dari seorang lelaki sambil Ikhtishor mengerutkan diri (mendekap perut dengan satu atau dua tangan). HR Bukhori - Muslim.
Perempuan dengan lelaki dalam hal ini sama, termasuk juga waria. Mengerutkan diri seperti ini juga makruh dilakukan di luar shalat. Karena hal semacam itu adalah salah satu perlakuan orang-orang kafir, ini nisbat dalam keadaan shalat, dan termasuk perlakuan orang-orang takabur adalah nisbat di luar shalat, serta salah satu perlakuan waria dan wanita dalam keadaan Ujubnya (angkuh).

Dan sesungguhnya, Iblis ketika terusir dan turun dari sorga, ia melakukan hal semacam itu. Ikhshor ditafsirkan dengan mengerutkan diri (menjadikan salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggang) adalah tafsiran yang masyhur para Ulama. Penafsiran Ikhshor terkadang makna dari sujud, karena sujud semacam itu juga d larang.

قاَلَ الأَزْهَرِى يَحْتَمِلُ وَجْهَيْنِ أَحَدُهُماَ أَنْ يَخْتَصِرَ الآيَةَ الَّتِى فِيْهاَ السُّجُوْدُ فَيَسْجُدُ لَهاَ , وَالثَّانىِ أَنْ يَقْرَأَ السُّوْرَةَ فَإِذاَ انْتَهِىَ إِلىَ السَّجْدَةِ جاَوَزَهاَ وَلَمْ يَسْجُدْ لَهاَ
Syekh Al-Azhari berkata ; Ikhshor mengandung dua sisi makna :mempersingkat (tidak membaca) ayat yang terdapat sujud (ayat sajadah) dan dapat melakukan sujud karenanya. Kedua, membaca salah satu surat, dan ketika sampai pada ayat sajadah dia melewatinya dan tidak melakukan sujud .

وَساَدِسُهاَ إِسْراَعُ الصَّلاَةِ أَىْ عَدَمُ التَّأَنِى فىِ أَفْعاَلِهاَ وَأَقْواَلِهاَ وَكَذاَ إِسْراَعٌ لِحُضُوْرِهاَ ِلأَنَّهُ يُسَنُّ المَشْىُ إِلىَ المَسْجِدِ عَلَى تَأَنٍ وَسَكِيْنَةٍ وَإِسْراَعٌ ِلإِدْراَكِ التَّحَرُمِ أَوْ غَيْرِهِ مَعَ الإِماَمِ , نَعَمْ إِنْ تَوَقَفَ إِدْراَكَ الجَماَعَةِ عَلَيْهِ يُسَنُّ أَوْ إِدْراَكَ الجُمْعَةِ وَجَبَ
6 ; Mempercepat gerakan shalat, yaitu tidak secara perlahan dalam perbuatan dan bacaan shalat. Demikian pula, makruh cepat-cepat berjalan untuk mendirikan shalat, seperti berlarian, karena sesungguhnya disunnahkan berjalan menuju ke mesjid dengan perlahan dan tenang.

Namun disunnahkan dengan segera untuk mengejar Takbiratul Ikhram atau mengejar yang lainnya agar dapat bersama Imam. Betul harus dengan segera, apabila memang dibutuhkan untuk mengejar berjama’ah bersama Imam maka mempercepat adalah sunnah. Untuk mengejar shalat Jum’at maka mempercepat itu adalah wajib.

وَساَبِعُهاَ تَغْمِيْضُ جَفْنِهِ إِنْ خاَفَ ضَرَراً وَإِلاَّ فَلاَكَراَهَةَ سَواَءٌ الأَعْمَى وَالبَصِيْرُ ِلأَنَّ الجَفْنَ يَسْجُدُ مَعَهُ وَقَدْ يَجِبُ إِذاَ كاَنَ العُرَّاةُ صُفُوْفاً وَقَدْ يُسَنُّ كَأَنْ صَلَّى إِلىَ حاَئِطٍ مُزَوَّقٍ أَىْ مُنْقَسٌ وَمُزَيِّنٌ بِماَيُشَوِّشُ الفِكْرَ أَىْ يَخْلَطُهُ
 
7 ; Memejamkan kelopak mata apabila tidak mengundang takut, apabila karena takut maka tidak dimakruhkan, ini bagi orang buta ataupun orang melihat, karena dia akan bersujud bersamaan dengan memejamkan kelopak mata.
Terkadang memejamkan kelopak mata itu wajib, ketika melihat barisan orang-orang telanjang. Terkadang memejamkan kelopak mata itu sunnah, seperti shalat di samping dinding yang banyak hiasan gambar hingga dapat menimbulkan kebimbangan dalam pikiran, atau mengganggu kekhusyuan.
وَثاَمِنُهاَ إِلْصلَقُ عَضُدَيْهِ بِجَنْبِهِ فىِ رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ
8 ; Menyentuhkan kedua lengan atas pada lambungnya ketika ruku’ dan sujud.
وَتاَسِعُهاَ إِلْصاَقُ بَطْنِهِ بِفَخْذَيْهِ فىِ الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
9 ; Menyentuhkan perut pada kedua pahanya ketika ruku’ dan sujud.

وَعاَشِرُهاَ إِقْعاَءُ الكَلْبِ وَهُوَ إِلْصاَقُ أَلِيَيْهِ بِالأَرْضِ وَنَصْبُ ساَقَيْهِ وَوَضْعُ يَدَيْهِ عَلَى الأَرْضِ , وَهَذاَ أَحَدُ نَوْعَى الإِقْعاَءِ وَالنَّوْعُ الآخَرِ هُوَ أَنْ يَضَعَ أَطْـراَفَ أَصاَبِعِ رِجْـلَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ عَلَى الأَرْضِ وَأَلِيَيْهِ عَلَى عَقِبَيْهِ وَهَذاَ سُنَةُ فىِ كُلِّ جُلُوْسٍ يُعَقِبُهُ حَرْكَةٌ , لِماَصَحَّ فَعْلُهُ عَنِ النَّبِىِّ T لَكِنْ الإِفْتِراَشُ أَفْضَلٌ مِنْهُ ِلأَنَّهُ الأَكْثَرُ الأَشْهَرُ
10 ; Duduk anjing, yaitu menyentuhkan bokong ke lantai, dengan menegakkan kedua betis serta meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai.
Dan ini adalah salah satu dari dua macam duduk, cara duduk yang lain adalah meletakkan ujung-ujung jari kedua kaki dan kedua lutut di atas lantai dan meletakkan bokong di atas kedua tumit. Dan cara ini adalah disunnahkan setiap kali duduk yang diiringi gerakan. Karena perbuatan itu diajarkan dari Nabi SAW, akan tetapi duduk Iftirosy itu adalah lebih utama daripada cara duduk di atas, karena duduk Iftirosy lebih banyak dan masyhur. (Iftirosy adalah duduk Tasyahud awal )
وَحاَدِى عَشَرَهاَ نَقْرَةُ الغُرَبِ أَىْ ضَرْبُ الأَرْضِ بِجَبْهَتِهِ عِنْدَ السُّجُوْدِ مَعَ الطُّمَأْنِيْنَةِ وَإِلاَّ لَمْ يَكْفِ
11 ; memukulkan dahi ke lantai saat sujud serta tumaninah, apabila tanpa tumaninah maka tidaklah cukup (tidak sah).
وَثاَنىِ عَشَرَهاَ إِفْتَراَشٌ السَّبُعِ فىِ سُجُوْدِهِ بِأَنْ يَضَعَ ذِراَعَيْهِ عَلَى الأَرْضِ كَماَيَفْعَلُ السَّبُعُ
12 ; Duduk Iftirosy seperti macan, di saat sujud, yaitu dengan meletakkan kedua lengan atau siku di atas lantai, sebagaimana hal itu sering dilakukan hewan buas, misalnya macan.

وَثاَلِثُ عَشَرَهاَ المُباَلَغَةُ فىِ خَفْضِ الرَّأْسِ فىِ الرُّكُوْعِ
13 ; Berlebihan merendahkan kepala di saat ruku’.

وَراَبِعُ عَشَرَهاَ إِطاَلَةُ التَّشَهُدِ الأَوَّلِ فىِ غَيْرِ المَأْمُوْمِ بِحَيْثُ زاَدَهُ وَلَوْ بِالصَّلاَةِ عَلَى الآلِ أَوْ الدُّعاَءِ أَمَّا إِذاَ لَمْ يَزِدْهُ فَلاَكَراَهَةَ
14 ; Memperpanjang Tasyahud awal, hal ini bagi selain makmum, sekiranya hingga melebihi batas, meskipun dengan menambah bacaan sholawat atas keluarga Nabi atau menambah bacaan do’a, dan apabila tidak menambahnya maka tidaklah makruh.
وَخاَمِسُ عَشَرَهاَ الإِضْطِباَعُ وَلَوْ لِغَيْرِ الرَّجُلِ وَهُوَ أَنْ يَجْعَلَ وَسَطَ رِداَئِهِ تَحْتَ مَنْكَبِهِ الأَيْمَنِ وَطَرْفَيْهِ عَلَى الأَيْسَرِ
15 ; Melakukan Idltiba’ meskipun bukan kaum lelaki, yaitu menjadikan tengah-tengah selendang di bawah pundak sebelah kanan, lalu kedua ujung selendang itu dijadikan di atas pundak sebelah kiri.         
وَساَدِسُ عَشَرَهاَ تَشْبِيْكُ الأَصاَبِعِ وَهُوَ إِدْخاَلُ بَعْضِهاَ فىِ بَعْضٍ , أَمَّا خاَرِجُ الصَّلاَةِ فَإِنْ كاَنَ فىِ المَسْجِدِ مُنْتَظِراً لِلصَّلاَةِ وَلَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَهُوَ مَكْرُوْهٌ أَيْضاً وَإِلاَّ فَلاَ قاَلَ مُحَمَّدْ حِسْبُ اللهِ إِنَّ التَّشْبِيْكَ يُوْرِثُ النُّعاَسَ
16 ; Men-Tasybik-kan jari tangan, yaitu memasukkan jari-jari tangan ke sela-sela jari-jari tangan lainnya. Adapun Tasybik yang di lakukan di luar shalat, maka apabila di dalam mesjid untutk menunggu waktu shalat, meski tidak menghadap kiblat maka hal itu juga makruh, dan apabila tidak menunggu waktu shalat maka tidaklah makruh. Syekh Muhammad Hisbullah berkata ; Sesungguhnya Tasybik itu menimbulkan ngantuk.
وَساَبِعُ عَشَرَهاَ تَفَرْقَعُ الأَصاَبِعِ وَالتَّفَرْقَعُ هُو َمَصْدَرُ تَفَرْقَعَ عَلَى وَزْنِ تَدَخْرَجَ , قاَلَ فىِ القاَمُوْسِ فَرْقَعُ الأَصاَبْعِ أَىْ نَفْضِيُهاَ وَضَرْبٌ بِهاَ لِتَصَوُّتٍ
17 ; Tafarqo’u yaitu menepukkan jari tangan. Lafadz Tafarqo’u adalah bentuk masdar Tafarqo’a sesuai dengan pedoman wajan lafadz Tadahroja. Dalam kamus tertuang, Farqo’u, artinya melemaskan jari tangan lalu menepukkannya agar bersuara.
وَثاَمِنُ عَشَرَهاَ الإِسْباَلُ وَهُوَ إِرْخاَءُ الإِزاَرِ عَلَى الأَرْضِ

18 ; Isbaal, yaitu membiarkan ujung kain bagian bawah hingga menyentuh lantai.

وَتاَسِعُ عَشَرَهاَ بَصْقٌ أَماَماً وَيَمِيْناً لاَيَساَراً , لِخَبَرِ الشَّيْخاَنِ إِذاَ كاَنَ أَحَدُكُمْ فىِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يُناَجِى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلاَيَبْزُقُنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلاَعَنْ يَمِيْنِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَساَرِهِ , وَهَذاَ فىِ غَيْرِ المَسْجِدِ أَمَّا فِيْهِ فَيَحْرُمُ إِنْ اتَّصَلَ بِشَيْءٍ مِنْ أَجْزاَئِهِ بَلْ يَبْصِقُ فىِ طَرْفِ ثَوْبِهِ مِنْ جاَنِبِهِ الأَيْساَرِ وَيَلِفُ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ

19 ; Meludah ke arah depan dan ke sebelah kanan, kecuali ke sebelah kiri. Hal ini karena berdasar hadits Bukhori - Muslim : “Apabila salah satu diantara kalian serdang dalam shalat, maka sungguh dia sedang bermunajat terhadap tuhannya yang Maha mulia nan Maha Agung, oleh karenanya janganl meludah ke depan dan ke sebelah kanan, akan tetapi boleh meludah ke sebelah kiri.”
Boleh meludah ke sebelah kiri ini ketika shalat yang bukan di mesjid, adapun ketika shalat di dalam mesjid maka meludah itu di haramkan, apabila sampai mengenai bagian mesjid. Akan tetapai boleh meludah pada ujung (saku) baju sebelah kiri lalu melipatkannya.
وَعَشِرُوْهاَ كَفُّ ثَوْبٍ أَوْ شَعْرٍ لِلرَّجُلِ أَىْ مَنْعِهِ مِنَ السُّجُوْدِ مَعَهُ دُوْنَ المَرْأَةِ وَالخُنْثَى بَلْ قَدْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِهِماَ
20 ; Menahan baju atau menahan rambut bagi kaum lelaki, artinya menahan baju atau rambut agar tidak terbawa sujud. Kecuali bagi perempuan dan waria, bahkan bagi kaum perempuan dan waria wajib menahan atau menghalangi rambutnya, agar tidak ikut terbawa sujud.
وَلِذَلِكَ قاَلَ القَلْيُوْبىِ ؛ نَعَمْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى تَوَقَفَتْ صِحَّةُ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ وَلاَيُكْرَهُ بَقاَؤُهُ مَكْفُوْفاً وَلاَفَرْقَ بَيْنَ الصَّلاَةِ عَلَى الجِناَزَةِ وَغَيْرِهاَ وَلاَبَيْنَ القاَئِمِ وَالقاَعِدِ لِخَبَرٍ ؛ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَأَكِفُّ ثَوْباً وَلاَشِعْراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ
Oleh karena demikian itu, Syekh Al-Qolyubiy berkata ; Betul demikian di atas itu, wajib menahan atau menghalangi rambut perempuan dan kaum waria, karena sah shalat mereka membutuhkan gerakan semacam itu. Tidak makruh menngikat baju atau rambut tertahan. Tidak ada bedanya antara shalat jenazah dan shalat lainnya. Juga tidak ada bedanya antara shalat berdiri dan shalat sambil duduk.

Hal ini berdasarkan hadits : Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar bersujud di atas tujuh pokok anggota badan, dan agar aku tidak menahan baju dan menahan rambut.” (HR. Bukhori-Muslim)
وَفىِ رِواَيَةٍ أُمِرْتُ أَنْ لاَأَكْفِتُ الشَّعْرَ أَوْ الثِّياَبَ وَأَكْفِتُ بِكَسْرِ الفاَءِ وَبِالتَّاءِ مِنْ باَبِ ضَرَبَ أَىْ أَجْمَعُ , وَمِنْ ذَلِكَ أَنْ يُصَلِّى وَشِعْرُهُ مَعْقُوْصٌ أَوْمَرْدُوْدٌ تَحْتَ عَماَمَتِهِ أَوْثَوْبِهِ أَوْكَمِهِ مُشْمِرٌ أَىْ مَرْفُوْعٌ , وَيُسَنُّ لِمَنْ رَآهُ كَذَلِكَ وَلَوْ مُصَلِّياً آخَرَ أَنْ يَحِلَّهُ حَدِيْثَ لاَ فِتْنَةَ , نَعَمْ لَوْ باَدَرَ شَخْصٌ وَحَلَّ كَمَّهُ المُشْمِرَ وَكاَنَ فِيْهِ ماَلٌ وَتَلِفَ كاَنَ ضاَمِناً لَهُ , وَمِنْهُ شَدُّ الوَسَطِ فَيُكْرَهُ إِلاَّ لِحاَجَةٍ بِأَنْ كاَنَتْ تُرَى عَوْرَتُهُ بِدُوْنِ الحَزاَمِ
Dalam riwayat lain ; “Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar aku tidak menyatukan rambut dan baju (saat sujud hingga sebagian terhalangi). Lafadz “Akfitu” dengan kasrah huruf Fa dan dengan menggunakan huruf Ta, lafadz ini termasuk bab “Dloroba” artinya aku menyatukan.

Dengan demikian, Ketika shalat hendaknya terlebih dahulu rambut di potong hingga di bawah sorban, atau sampai bawah baju,, dan juga lengan bajunya di lipat atau di angkat, (agar tidak terbawa sujud). Disunnahkan bagi orang yang melihatnya, meskipun dia sendiri dalam shalat agar memberi peringatan, ketika tidak menimbulkan fitnah.
Betul demikian, dan apabila seseorang segera dan membuka lengan bajunya yang terangkat, dan pada lengan baju itu terdapat suatu harta dan rusak karenanya, maka orang tersebut menanggung atas kerusakannya. Termasuk mengikat bagian pingggang, maka hal itu makruh kecuali karena dibutuhkan, seperti auratnya akan terlihat apabila tanpa memakai ikat pinggang.

أَمَّا العَذَبَةُ وَهِىَ طَرْفُ عَماَمَِهِ فَيُكْرَهُ غَرَزُهاَ فىِ عَماَمَتِهِ بَلْ يُسَنُّ إِرْخاَؤُهاَ وَيُكْرَهُ أَيْضاً خاَرِجَ الصَّلاَةِ لَكِنَّهُ فىِ الصَّلاَةِ أَشَدَّ كَراَهَةٍ ِلأَنَّهُ قاَلَ أَنَّ اللهَ يُكْرِهُ العَماَمَةَ الصَّماَءِ
Adapun ‘Adzabah yaitu ujung atau ekor sorbannya maka makruh melipatkannya kebagian dalam sorbannya, bahkan di sunnahkan melepaskannya keluar. Dan makruh juga hal itu di lakukan di luar shalat.Akan tetapi hal itu di lakukan dalam shalat, sangat makruh, karena Baginda Nabi Saw berkata ; Sesunggunya Allah membenci sorban yang Shoma (memakai sorban tanpa mengeluarkan salah satu ujungnya )
وَحاَدِى عَشَرَيْهاَ وَضْعُ يَدِهِ عَلَى فَمِّهِ بِلاَحاَجَةٍ فَإِنْ كاَنَ لَهاَ كَماَ إِذاَ تَثاَءَبَ فَلاَكَراَهَةَ بَلْ يُسْتَحَبُ لَهُ ذَلِكَ , وَيُسَنُّ أَنْ يَكُوْنَ المَوْضُوْعُ اليَدُ اليُسْرَى وَالأَوْلىَ ظَهْرُهاَ كَماَ أَفْتَى بِذَلِكَ شَيْخُناَ عَبْدُ الغَنِى
21 ; Meletakkan tangan di atas mulut tanpa ada kebutuhan, dan apa bila karena ada kebutuhan seperti menguap, maka hal itu tidak makruh, bahkan di sunnahkan menutup mulut ketika menguap.
Disunnahkan adanya tangan untuk menutup mulut adalah dengan menggunakan tangan kiri, dan yang paling utama adalah dengan punggung tangan kiri. Hal ini sebagaimana fatwa Syekh Abdul Gina.
وَثاَنىِ عَشَرَيْهاَ تَلْثِمٌ لِرَجُلٍ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ الفَمِّ وَتَنْقِبُ لِغَيْرِهِ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ ماَزاَدَ عَلَى الفَمِّ مِنَ الوَجْهِ لِلنَّهْىِ عَنِ الأَوَّلِ , وَقِيْسَ بِهِ الثَّانىِ قاَلَهُ ابْنُ حَجَرٍ فىِ المِنْهَجِ القَوِيْمِ
22 ; Taltsiam (menutup sebagian kepala) bagi lelaki, yaitu pertama menutup mulut dan membalut bagian kepala lainnya (kecuali kedua matanya) yaitu kedua menutup semua bagian muka kecuali mulut, karena hal ini ada larangan dari yang pertama, Yang kedua di ukurkan sama dengan yang pertama, demikian pendapat Ibnu Hajar dalam kitab Minhajul Qowiim.
 
23. Menoleh (Al-Iltafat) tanpa keperluan tertentu dalam shalat.
Menoleh (Al-Iltafat) tanpa keperluan tertentu dalam shalat, adalah makruh, berdasarkan hadits ‘Aisyah R.A: Aku bertanya Kepada Rasulullah SAW, tentang menoleh dalam shalat. Beliau bersabda:
‏ ‏ ‏عن ‏ ‏عائشة ‏ ‏قالت ‏‏سألت رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏عن ‏ ‏الالتفات في الصلاة فقال ‏ ‏هو ‏ ‏اختلاس ‏ ‏يختلسه ‏ ‏الشيطان من صلاة العبد ‏
Dari Aisyah, ia berkata,”Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang menoleh di dalam salat, beliau menjawab,’Itu adalah pencurian yang dilakukan oleh setan dari shalat seorang hamba.”( H.R.  Imam Bukhari. 709).

Para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini:
1. madzhab Hanafiyah:
makruh menoleh/ berpaling dalam shalat kecuali menoleh dengan menggunakan mata, baik menoleh kekiri maupun ke kanan. Akan tetapi jika mushalli (orang yang melaksanakan shalat) menoleh/ berpaling hatinya (niatnya) dari arah kiblat maka batal lah shalatnya dikarenakan telah berpaling dari pada rukun shalat.
2. Madzhab Syafi’iyah:
makruh menoleh (iltafat) dengan wajah, dan jika ia berpaling hatinya (niatnya) maka shalatnya dianggap batal secara muthlaq
3. Madzhab Malikiyah:
Semua yang dilakukan mushalli dalam hal menoleh pandangannya (iltafat) merupakan perbuatan makruh dalam shalat secara muthlaq, baik itu berpaling wajah, mata atau pun niat (hati) selama kedua kakinya masih tetap menghadap kearah kiblat, maka shalatnya tetap sah.
4. Madzhab Hanabalah:
Telah kita ketahui bahwa menoleh (iltafat) merupakan perbuatan makruh dalam shalat. Dan akan membatalkan shalat jika palingan yang dilakukan sudah tidak menghadap kearah kiblat (ka’bah) lagi. Akan tetapi, jika iltafat dilakukan dalam keadaan takut, baik ketika dalam perang maupun dalam keadaan takut diserang binatang buas, maka perbuatan yang dilakukan tidak membatalkan shalat. (1) Hasyiah Raudh Murbbi’ 2/88
Ibnu Qayyim mengatakan “menoleh yang dilarang didalam shalat ada dua macam, Pertama: menolehnya hati dari Allah SWT, kepada selainNya. Kedua: Menolehnya mata, Keduanya dilarang. Allah SWT akan terus memperhatikan hambaNya yang sedang mengerjakan shalat selama hamba tetap menghadap kepadaNya. Jika hati atau mata orang itu menoleh, maka Allah SWT berpaling darinya.
Jika yang shalat memutar seluruh badannya atau tidak lagi menghadap kiblat, tanpa disebabkan ketakutan yang sangat hebat, maka shalatnya batal. Untuk Kesempurnaan lahiriyah shalat, Syara’ melarang para mushalli mengerjakan beberapa pekerjaan dan menyuruh kita menjauhkan diri dari padanya.
 24. Menengadahkan pandangan ke atas
Mengangkat pandangan, baik ke arah langit atau kemanapun, merupakan salah satu dari pada perbuatan makruh dalam shalat. dalil pemakruhan ini di dasarkan pada hadits yang di riwayatkan Anas r.a: Rasulullah saw bersabda:
ما روى البخاري عن أَنَس بْن مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ : لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam shalat mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak), nis-caya akan tersambar penglihatan mereka.” (HR. Al-Bukhari (750) dan Muslim meriwayatkannya dengan makna yang sama)
25. Menaikkan atau mengusap rambut yang terurai atau melipatkan lengah baju yang terulur
Hal juga merupakan perbuatan makruh dalam shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
عن النبى صلى الله عليه وسلم أنه قال: أمرت أن أسجد على سبعة أعظم ولا أكف ثوبا ولا شعرا
“Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan dan tidak boleh melipat baju atau menaikkan rambut (yang terulur).” (Muttafaq ‘alaih)
26. Shalat di depan hidangan makanan atau ketika menghadiri jamuan makan.
Hal ini juga termasuk kedalam perbuatan makruh dalam shalat, Jika memungkinkan baginya untuk mendahulukan makan kemudian melaksanakan shalat, itulah yang diharapkan, namun jika tidak memungkinkan karena sempitnya waktu, maka hal itu termasuk udzur baginya. Rasulullah saw bersabda:
إذا وضع العشاء وأقيمت الصلاة فابدؤوا بالعشاء ولا يعجل حتى يفرغ منه
Bila  jamuan makan malam sudah dihidangkan dan shalat telah diqamatkan, maka makanlah dulu. Dan janganlah kamu tergesa-gesa sampai kamu menghabiskannya (HR Muslim)
27. Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar, dan sebagainya yang mengganggu ketenangan hati.
Maka makruh baginya melaksanakan shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
لا الصلاة بحضرة الطعام ولا هو يدافعه الأخبثان
Janganlah seseorang diantara kamu melaksanakan shalat dekat dengan hidangan makanan dan janganlah shalat sambil menahan keluarnya sesuatu dari dua jalan iaitu depan (buang air kecil) dan belakang (buang air besar).
28. Shalat dalam keadaan terlalu mengantuk.
Apabila seseorang diserang kantuk yang sangat berat, yang jika ia melaksanakan shalat akan menghilangkan konsentrasinya dan merusak bacaan shalatnya maka shalatnya makruh dan dianjurkan baginya untuk mengakhirkan shalatnya sampai rasa kantuknya hilang, atau minimal sudah bisa berkonsentrasi dalam membaca bacaan dalam shalat. hal ini sesuai dengan hadis nabi saw:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ
Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian mengantuk dalam keadaan ia shalat, hendaknya tidur sampai hilang perasaan kantuknya. Karena seorang jika shalat dalam keadaan mengantuk ia tidak mengetahui, pada saat bermaksud mohon ampun namun justru mencela dirinya sendiri “ (muttafaqun ‘alaih).
Rasulullah bersabda:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ
Dari Anas dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian ngantuk dalam shalat, hendaknya ia tidur (terlebih dahulu) sampai ia bisa mengerti apa yang dibacanya”(H.R alBukhari)
 29. Shalat pada tempat yang diragukan akan terkena najis
Tentang hal ini rasulullah saw bersabda:
- روى الترمذي برقم 346 في باب كراهية ما يصلى إليه وفيه .عن ابن عمر مرفوعا : نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يصلي في سبعة مواطن : في المزبلة , والمجزرة , والمقبرة , وقارعة الطريق , والحمّام , وفي أعطان الإبل وفوق ظهر بيت الله الحرام
Artinya:
Nabi melarang melakukan shalat ditujuh tempat: Tempat pembuangan sampah, tempat penyembelihan binatang, di tanah perkuburan, ditengah jalan, di tempat mandi, tempat unta berpangkal (kandang unta) dan di atas Baitullah.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites